Menghargai Proses itu… (kadang berat)

Waah..bahagia sekali rasanya ya Timnas U-19 bisa bawa piala tahun ini. Maklum, negeri ini sudah sangat haus piala sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Pernah berlaga sampai final, eh kalah lagi. Ya sudah mau bagaimana lagi. Ibarat, magma yang sudah terpenjara lama di lapisan batuan dalam perut bumi, ekspresi kemenangan atas kesuksesan Timnas U-19 kemaren seperti erupsi gunung Merapi yang sangat dahsyat. Hiruk pikuknya masih terasa hingga hari ini. Energi positif yang dihasilkan mampu menggerakkan setiap elemen negeri ini untuk senantiasa percaya diri pada bangsanya. Maklum, layar kaca isinya berita korupsi semua, he…he…

Hal ini tentu sangat layak untuk mendapat apresiasi dari seluruh masyarakat. Ini pemain muda sudah bekerja keras berlatih dengan disiplin. Dalam sebuah realiti show di sebuh stasiun televisi swasta, bahkan dibuat tercengang. Ada pemain yang untuk bisa berlatih saja, sepatunya dibelikan orang tuanya dari hasil meminjam uang. Belum lagi ada yang orang tuanya menjadi supir di sebuah BUMN. Tentu hal ini, sangat mengejutkan. Namun dibalik itu semua, kita semua hari ini percaya bahwa siapapun, dalam kondisi ekonomi apapun, dengan latar belakang apapun, sanggup dan berpeluang menjadi pahlawan bagi bangsanya, sepakat lah ya….

Namun di sisi lain, beberapa hari sebelumnya, Timnas U-16 yang juga bertanding hingga final harus mengakui dengan sportif kehandalan negeri tetangga. Sudah sempat unggul 2-0 namun apadaya sempat disusul dan berakhir kekalahan di adu 16 pas. Yaahh…itulah bola, pemenangnya ditentukan hingga peluit akhir pertandingan dibunyikan. Jangan sekali-kali lengah hingga titik paling akhir perjuangan. Kira-kira seperti itulah kali ya yang bisa kita ambil.

Yang membuat saya sedikit terusik adalah,kenapa seakan-akan apresiasi yang diterima Timnas U-16 ini bisa dikatakan minim. Jika boleh pujian dan undangan reality show dianggap sebagai apresiasi tentu ini masih sangat sedikit. Berapa media yang menyiarkan Timnas U-16 pasca kekalahan ini? Seakan-akan kita tidak bisa mengambil pelajaran dari heroisme yang satu ini. Kita semua yakin kan, jika mereka semua sudah berjuang dengan sepenuh tenaga. Beritanya langsung hilang, tak ada yang mau untuk mengulas lebih jauh. Kalo udah kalah ya udahlah.. seakan-akan seperti itu. Beda banget klo ada tim yang menang… Hmmmmhhh

Ini yang saya maksud dengan kita kurang lihai menghargai proses. Semua sangat fokus dengan piala apa yang bisa dibawa pulang. Semua sangat bahagia jika bisa menang, iya sih… gak salah. Cuman, agak kurang fair aja jika kita tidak melihat lebih jauh dan membuang perhatian terhadap tim yang satu ini. Jadi, simpelnya.. kita dianggap berhasil jika duduk sebagai juara, sedangkan jika tidak juara, sudahlah… Paling tidak ini yang saya lihat dari sisi pemberitaan ya..

Mungkin ini satu sudut pandang saja yang perlu kita perhatikan lebih detil. Walau bagaimanapun proses itu sesuatu yang sangat layak untuk dihargai. Ada anak yang sudah bekerja keras, giat sekali belajar, namun pada saat ujian dia belum berhasil. Sayang sekali jika kita lantas berpindah hati untuk tidak memperdulikan mereka. Jikalau kemudian, menjadi juara adalah parameter yang sangat mudah untuk diterima, itu memang benar. Tapi, bukan berarti kita lantas lupa tertelan dengan euforia kemenangan dan melupakan tiap jengkal usaha setiap pemain dalam berproses menjadi juara bagi kita semua…

Majulah Timnas…

Purnama bersama doa

Di bawah purnama malam ini

Bersama angin semilir menggores kulit

Rembulan nampak perkasa

Berkilatan…

Berperang bersama lima, enam, atau delapan awan membujur

Tak kuasa rasanya

Malam ini benar-benar membuka jiwa

Bersama rembulan yang terbebas dari awan penjaga

Tidak ka kau sadar

Tuhan memang Mahapencipta

Pandangku lantas berubah arah

Ia berjalan berkelana

Kembali

Di sebalah sana, dua sejoli sedang bahagia hari ini

Di dalam rumah kecil kami

Tiba-tiba saja aku merasa rindu

Pandangku kembali berkena

Beberapa babak yang dulu

Mereka benar-benar petani ulung

Mereka tanam kegigihan di jiwaku

Mereka tanam optimisme

Mereka tanam kerja keras

Mereka pula yang menanam pantang menyerah

Mereka masih petani yang ulung

Mereka keluarkan raga terbaik

Mereka keluarkan peluh terikhlas

Setelus doa dan air mata

Mereka yang tetap tersenyum saat kecewa

Mereka yang tetap hangat saat sepi melanda

Mereka yang tak pernah mengeluh saat dipinta

Mereka yang tetap setia, saat jiwa di titik terendahnya

Mereka yang tetap menaruh asa dan juga percaya

Bapak Ibu…

Inilah ananda yang masih jauh lagi kecil

Tak ada yang sanggup mengganti

Bahkan hingga akhir nanti

Engkau tetap dua sejoli, hidup di taman hati

Tiba-tiba rembulan kembali digulung awan malam

Seiring doaku, di ufuk kalbu…

 

*Pagi ini saya dinyatakan lulus ujian pendadaran dengan nilai A

Kampus dan Tegaknya Peradaban

Sering kali nampaknya dalam tiap kesempatan pembahasan, tegaknya peradaban  adalah tema menarik yang memang benar-benar memberikan motivasi. Banyak buku dan tokoh yang membahas sehingga berkecimpungnya mereka merupakan penguat atas tema tersebut. Tema peradaban juga hangat dalam beberapa gerakan Islam yang mencoba merealisasikan secara perlahan.

Jika kita sempat membaca sekilas tentang bagaimana peradaban Islam dibangun, maka tidak bisa dipisahkan dari kisah sukses penyebarannya yang sangat panjang runtun sejarahnya. Dimulai dari perjuangan hebat Rasulullah yang menakjubkan, para khilafah rasyidah yang menyejarah, hingga kemunculan dinasti-dinasti yang mempunyai karakteristik masing-masing. Semua perjalanan tersebut membangun sebuah kisah tentang peradaban yang sempat hadir di muka bumi.

Tauhid adalah kunci utama penyebarannya. Semangat yang memicu pun tidak jauh-jauh dari hal itu. Menghilangkan semua ketundukan kepada siapapun dan menggantinya hanya ketundukan kepada Allah saja. Dengan semangat itu lah, satu wilayah demi wilayah dibebaskan kemudian dibangun dan dihidupkan kembali.

Ada bagian yang harus benar-benar diperhatikan ketika menilik kembali tentang bangunan kesejarahan kisah peradaban tadi. Continue reading “Kampus dan Tegaknya Peradaban”

Tiga Senjata Pembuka Dunia

Rasanya bahagia sekali jika melihat seorang bayi yang lahir ke dunia. Tubuhnya yang mungil bisa jadi membuat terpikat bagi siapapun yang melihat. Jari-jarinya yang masing sangat lemah, menggoda untuk disentuh, bahkan bisa jadi ada sebagian manusia yang tidak percaya, jika manusia yang hari ini dilihat, dengan segala kekuatan, kelebihan, dan juga keahlian, semuanya dahulu memulai hidupnya dalam kondisi

yang sangat lemah secara fisik.

Terlepas dari kondisi setiap manusia yang terlihat hari ini, pada dasarnya setiap manusia yang lahir  ke dunia telah Allah berikan tiga buah senjata utama. Denga senjata ini, tiap manusia mulai memahami sedikit demi sedikit apa sebenarnya yang ada di sekitarnya. Tiga senjata ini tidak lain tidak bukan adalah penglihatan, pendengaran, dan juga hati.

Kita semua mengetahui bahwa tiap bayi yang lahir ke dunia selalau hadir dari perut ibunya. Tiap bayi yang lahir dikeluarkan Allah dari perut sang ibu hingga akhirnya dia bisa mengenal dunia sedikit demi sedikit. Bayi-bayi ini terlahir ke dunia dengan kondisi tidak mengetahui apapun. Mungkin kita boleh menyebutnya tidak berilmu sama sekali.

Jika dibayangkan kembali, memang hal ini benar adanya. Bayi yang lahir tentu saja belum tahu mana benda panas mana benda dingin. Jika dibiarkan tanpa perhatian, bayi ini bisa jadi sangat bersemangat menyentuh knalpot. Seorang bayi yang lahir, tentu saja belum tahu mana mangga mana durian. Pun sama, jika disuruh makan, dan kebutulan memilihi durian, bisa jadi tidak tahu kalo durian itu yang manis dagingnya, bukan kulitnya. Dan kekonyolan lain yang mungkin bisa terjadi. Allah tahu benar kondisi ini, sehingga allah karuniakan seorang bayi itu dengan “malaikat penjaga” yang bernama Ibu.

Continue reading “Tiga Senjata Pembuka Dunia”

Ketokohan: Ia adalah tanggung jawab

Saya yakin setiap dari kita sangat mafhum, bahwa seorang pemimpin, dimanapun dia berada, di level apapun dia memimpin,  pasti akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin, akan dievaluasi kebijakan-kebijakan yang telah ditelurkan selama melaksanakan bebannya. Itulah keniscayaan seorang pemimpin.

Berat memang…karena memang pemimpin itu adalah posisi yang menarik. Harga yang setimpal atas rasa penghormatan dan ketaatan angota-anggotanya. Inilah kiranya yang membuat  kepemimpinan adalah skill yang istimewa dengan harga yang mahal. Di pundaknya diberikan beban yang tidak mudah atas tanggung jawab..

Tapi nanti dulu, jangan dipikir bahwa perkara beban dan pertanggungjawaban hanya ada pada bahasan kepemimpinan. Sesunggunya perihal ini juga secara otomatis melekat pada ketokohan. Tanggung jawab ini harusnya disadari benar oleh para sosok tokoh itu, dimanapun dia berada…

Layaknya seorang pemimpin, sosok tokoh akan dilihat oleh banyak orang. Ia ibarat buah yang ranum di atas pohon yang warnanya mengkilat-kilat mencuri pandang siapapun yang melewatinya. Memang di sanalah sosok tokoh itu, dia berada di tempat-tempat khusus yang banyak dipandang manusia. Kita bisa mempelajarinya dari desain stadion sepak bola atau konser musik sekalipun.

Karena seorang tokoh selalu dilihat banyak manusia, maka banyak hal pula yang terinfiltrasi olehnya. Manusia mulai mengambil dan mempelajari coraknya. Corak rambutnya, corak pakaiannya, atau corak sepatunya. Dalam perkara social, maka manusia akan mengambil pola pikirnya, gaya bicaranya, pola interaksinya, dan masih banyak lagi.

Ketika manusia sudah merasa cocok dan yakin, maka semua corak itu kemudian akan dikopi. Sedikit demi sedikit mulai dicoba pada dirinya sendiri. Gaya rambutnya, gaya pakaiannya, gaya bicaranya, caranya menyapa, bahkan mungkin sekedar caranya melambaikan tangan atau caranya membalas senyuman. Belum lagi jika proses meyontoh ini dibumbui dengan “kebutaan total”. Semua akan diterima tanpa disaring lagi…

Kesatuan dari semua corak yang membentuk penampilan/performance ini kemudian (mungkin) bisa disebut disebagai kharisma. Kharisma akan memberikan pengaruh kepada siapa saja yang terkena sinarnya. Memang pilihan tetap pada penonton, tapi kekuatan penetrasi ada pada empunya kharisma. Baginilah pola-pola infiltrasi dimulai…

Lalu dimana perkara tanggung jawabnya…? Seperti kisah di atas, seorang tokoh mempunyai peluang penetrasi dan pengaruh yang sangat besar. Seorang tokoh bisa menghipnotis ribuan pasang mata dengan karya-karya besarnya, dengan pola pikirnya, pula dengan tampilan fisik yang lain.. Bukankah pak Karno pernah membuktikan dengan gaya orasinya yang memukau? Artis bisa membuktikannya dengan gaya aktingnya bukan? Seorang musisi bisa membuktikannya pula dengan cara bermain gitarnya…

Hal yang sama juga terjadi pada pola pikir dan sudut pandang.. Continue reading “Ketokohan: Ia adalah tanggung jawab”